KEKALUTAN MENTAL
KAITAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
-
Hubungan manusia dan kebudayaan
Manusia dan kebudayaan merupakan dua hal yang sangat erat
berkaitan satu sama lain. Manusia di alam dunia inimemegang peranan yang unik,
dan dapat dipandang dari berbagai segi. Dalam ilmu sosial manusia merupakan
makhluk yang ingin memperoleh keuntungan atau selalu memperhitungkan setiap
kegiatan sering disebut homo economicus (ilmu ekonomi). Manusia merupakan
makhluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri (sosialofi), Makhluk yang selalu
ingin mempunyai kekuasaan (politik), makhluk yan g berbudaya dan lain
sebagainya.
-
Contoh hubungan manusia dan kebudayaan
Secara sederhana hubungan antara manusia dan kebudayaan
adalah : manusia sebagai perilaku kebudayaan, dan kebudayaan merupakan obyek
yang dilaksanakan manusia. Tetapi apakah sesederhana itu hubungan keduanya ?
Dalani sosiologi manusia dan kebudayaan dinilai sebagai dwitunggal, maksudnya bahwa walaupun keduanya berbeda tetapi keduanya merupakan satu kesatuan. Manusia menciptakan kebudayaan, clan setclah kebudayaan itu tercipta maka kebudayaan mengatur hidup manusia agar sesuai dcngannya. Tampak baliwa keduanya akhimya merupakan satu kesatuan. Contoh sederhana yang dapat kita lihat adalah hubungan antara manusia dengan peraturan - peraturan
kemasyarakatan. Pada saat awalnya peraturan itu dibuat oleh manusia, setelah peraturan itu jadi maka manusia yang membuatnya hams patuh kepada peraturan yang dibuatnya sendiri itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan, karena kebudayaan itu merupakan perwujudan dari manusia itu sendiri. Apa yang tercakup dalam satu kebudayaan tidak akan jauh menyimpang dari kemauan manusia yang membuatnya.Apabila manusia melupakan bahwa masyarakat adalah ciptaan manusia, dia akan menjadi terasing atau tealinasi (Berger, dalam terjemahan M.Sastrapratedja, 1991; hal : xv)
Dalani sosiologi manusia dan kebudayaan dinilai sebagai dwitunggal, maksudnya bahwa walaupun keduanya berbeda tetapi keduanya merupakan satu kesatuan. Manusia menciptakan kebudayaan, clan setclah kebudayaan itu tercipta maka kebudayaan mengatur hidup manusia agar sesuai dcngannya. Tampak baliwa keduanya akhimya merupakan satu kesatuan. Contoh sederhana yang dapat kita lihat adalah hubungan antara manusia dengan peraturan - peraturan
kemasyarakatan. Pada saat awalnya peraturan itu dibuat oleh manusia, setelah peraturan itu jadi maka manusia yang membuatnya hams patuh kepada peraturan yang dibuatnya sendiri itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan, karena kebudayaan itu merupakan perwujudan dari manusia itu sendiri. Apa yang tercakup dalam satu kebudayaan tidak akan jauh menyimpang dari kemauan manusia yang membuatnya.Apabila manusia melupakan bahwa masyarakat adalah ciptaan manusia, dia akan menjadi terasing atau tealinasi (Berger, dalam terjemahan M.Sastrapratedja, 1991; hal : xv)
Manusia dan kebudayaan, atau manusia dan masyarakat, oleh karena itu mempunyai
hubungan keterkaitan yang erat satu sama lain. Pada kondisi sekarang ini kita
tidak dapat lagi membedakan mana yang lebih awal muncul manusia atau
kebudayaan. Analisa terhadap keberadaan keduanya hams menyertakan pembatasan masalah
dan waktu agar penganalisaan dapat dilakukan dengan lebih cermat.
-
Pengertian Dialektis
Dialektika disini berasal dari dialog komunikasi
sehari-hari. Ada pendapat dilontarkan ke hadapan publik. Kemudian muncul
tentangan terhadap pendapat tersebut. Kedua posisi yang saling bertentangan ini
didamaikan dengan sebuah pendapat yang lebih lengkap. Dari fenomen dialog ini
dapat dilihat tiga tahap yakni tesis, antitesis dan sintesis. Tesis disini
dimaksudkan sebagai pendapat awal tersebut. Antitesis yakni lawan atau
oposisinya. Sedangkan Sintesis merupakan pendamaian dari keduanya baik tesis dan
antitesis. Dalam sintesis ini terjadi peniadaan dan pembatalan baik itu tesis
dan antitesis. Keduanya menjadi tidak berlaku lagi. Dapat dikatakan pula, kedua
hal tersebut disimpan dan diangkat ke taraf yang lebih tinggi. Tentunya
kebenaran baik dalam tesis dan antitesis masih dipertahankan. Dalam kacamata
Hegel, proses ini disebut sebagai aufgehoben.
Bentuk triadik dari dialektika Hegel yakni
tesis-antitesis-sintesis berangkat dari pemikir-pemikir sebelum Hegel. Antinomi
Kantian akan numena dan fenomena menimbulkan oposisi yang
tidak terselesaikan[1].
Kemudian Fichte dengan metode ”Teori Pengetahuan”-nya tetap memunculkan
pertentangan walaupun sudah melampaui sedikit apa yang dijabarkan oleh Kant.
Dialektika sendiri sudah dikenal dalam pemikiran Fichte.
Bagi Fichte, seluruh isi dunia adalah sama dengan isi kesadaran. Seluruh dunia
itu diturunkan dari suatu asas yang tertinggi dengan cara sebagai berikut:
”Aku” meng-ia-kan dirinya (tesis), yang mengakibatkan adanya ”non-Aku” yang
menghadapi ”Aku”. ”non Aku” inilah antitesis. Kemudian sintesisnya adalah
keduanya tidak lagi saling mengucilkan, artinya: kebenaran keduanya itu
dibatasi, atau berlakunya keduanya itu dibatasi. ”Aku” menempatkan ”non-Aku
yang dapat dibagi-bagi” berhadapan dengan ”Aku yang dapat dibagi-bagi”.
Dalam sistem filsafatnya, Hegel menyempurnakan Fichte. Hegel
memperdalam pengertian sintesis. Di dalam sintesis baik tesis maupun
antitesis bukan dibatasi (seperti pandangan Fichte), melainkan aufgehoben.
Kata Jerman ini mengandung tiga arti, yaitu: a) mengesampingkan, b) merawat,
menyimpan, jadi tidak ditiadakan, melainkan dirawat dalam suatu kesatuan yang
lebih tinggi dan dipelihara, c) ditempatkan pada dataran yang lebih tinggi,
dimana keduanya (tesis dan antitesis) tidak lagi berfungsi sebagai lawan yang
saling mengucilkan. Tesis mengandung di dalam dirinya unsur positif dan
negatif. Hanya saja di dalam tesis unsur positif ini lebih besar. Sebaliknya,
antitesis memiliki unsur negatif yang lebih besar. Dalam sintesislah kedua
unsur yang dimiliki tesis dan antitesis disatukan menjadi sebuah kesatuan yang
lebih tinggi.
Dialektika juga dimaksudkan sebagai cara berpikir untuk
memperoleh penyatuan (sintesis) dari dua hal yang saling bertentangan (tesis
versus antitesis). Dengan term aufgehoben, konsep ”ada” (tesis) dan konsep
”tidak ada” (antitesis) mendapatkan bentuk penyatuannya dalam konsep ”menjadi”
(sintesis)[2].
Di dalam konsep ”menjadi”, terdapat konsep ”ada” dan ”tidak ada” sehingga
konsep ”ada” atau ”tidak ada” dinyatakan batal atau ditiadakan.
Dialektika menjadi sebuah perkembangan Yang Absolut untuk
bertemu dengan dirinya sendiri. Ide yang Absolut merupakan hasil perkembangan. Konsep-konsep
dan ide-ide bukanlah bayangan yang kaku melainkan mengalir. Metode dialektika
menjadi sebuah gerak untuk menciptakan kebaruan dan perlawanan. Dengan tiga
tahap yakni tesis, antitesis dan sintesis setiap ide-ide, konsep-konsep (tesis)
berubah menjadi lawannya (antitesis). Pertentangan ini ”diangkat” dalam satu
tingkat yang lebih tinggi dan menghasilkan sintesis. Hal baru ini (sintesis)
kemudian menjadi tesis yang menimbulkan antitesis lagi lalu sintesis lagi.
Proses gerak yang dinamis ini sampai akhirnya melahirkan suatu universalitas
dari gejala-gejala. Itulah Yang Absolut yang disebut Roh dalam filsafat Hegel.
Bagi Hegel, unsur pertentangan (antitesis) tidak muncul
setelah kita merefleksikannya tetapi pertentangan tersebut sudah ada dalam perkara
itu sendiri. Tiap tesis sudah memuat antitesis di dalamnya. Antitesis terdapat
di dalam tesis itu sendiri karena keduanya merupakan ide yang berhubungan
dengan hal yang lebih tinggi. Keduanya diangkat dan ditiadakan (aufgehoben)
dalam sintesis.
Kenyataan menjadi dua unsur bertentangan namun muncul
serentak. Hal ini tidak dapat diterima oleh Verstandyang bekerja
berdasakan skema-skema yang ada dalam menangani hal-hal yang khusus. Vernunft-lah
yang dapat memahami hal ini. Vernunft melihat realitas dalam totalitasnya
dan sanggup membuat sintesis dari hal-hal yang bertentangan. Identifikasi
sebagai realitas total menjadi cara kerja Vernunft yang mengikuti
prinsip dialektika.
Secara umum dapat kita lihat bahwa dialektika Hegel memiliki
tiga aspek yang perlu diperhatikan[3].
Pertama, sistem dialektika ini berbentuk tripleks atau triadik. Kedua,
dialektika ini bersifat ontologis sebagai sebuah konsep. Aplikasinya adalah
terhadap benda dan benduk dari ada dan tidak sebatas pada konsep. Ketiga,
dialektika Hegel memiliki tujuan akhir (telos) di dalam konsep abstrak yang
disebut Hegel sebagai Idea atau Idea Absolut dan konkretnya pada Roh Absolut
atau Roh (Spirit, Geist).
Terdapat tiga elemen esensial akan dialektika Hegel[4].
Pertama, berpikir itu memikirkan dalam dirinya untuk dan oleh dirinya sendiri.
Kedua, dialektika merupakan hasil berpikir terus menerus akan kontradiksi.
Ketiga, kesatuan kepastian akan kontradiksi tersublimasi di dalam kesatuan.
Itulah kodrat akan dirinya dialektika itu sendiri.
-
3 tahap proses dialektis
Proses dialektis ini tercipta melalui tiga tahap yaitu :
1. Ekstemalisasi, yaitu proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya. Melalui ekstemalisasi ini masyarakat menjadi kenyataan buatan manusia
1. Ekstemalisasi, yaitu proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya. Melalui ekstemalisasi ini masyarakat menjadi kenyataan buatan manusia
2. Obyektivasi, yaitu proses dimana masyarakat menjadi
realitas obyektif, yaitu suatu kenyataan yang terpisah dari manusia dan
berhadapan dengan manusia. Dengan demikian masyarakat dengan segala pranata
sosialnya akan mempengaruhi bahkan membentuk perilaku manusia.
3. Intemalisasi, yaitu proses dimana masyarakat disergap
kembali oleh manusia. Maksudnya bahwa manusia mempelajari kembali masyarakamya
sendiri agar dia dapat hidup dengan .baik, sehingga manusia menjadi kenyataan
yang dibentuk oleh masyarakat.
Sumber:OPINI :
Mental memang sangat dibutuhkan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kita sebagai manusia harus mempunyai mental yang kuat. Kalau kita tidak mempunyai mental yang kuat, maka kita tidak akan bisa menghadapi beban yang akan kita tanggung nanti. Contohnya, ada seseorang atau banyak pihak yang menyayangkan atas performa seorang pemain sepakbola yang kontribusinya tidak sebesar ketika dia bermain di level timnas. Bandingakan dengan performa dia ketika bermain untuk level sebuah klub. Dia selalu bermain sangat bagus dan selalu mencetak gol. Dan para pendapat sangat menginginkan dia bermain bagus ketika membela timnas. Jadi itu merupakan sebuah beban yang harus dijawab dengan kemampuannya. Jika pemain itu memiliki mental yang sangat bagus, maka dia akan bisa menjawab semua kritikan itu. Maka dari itu, kita harus membentuk sebuah mental yang sangat kuat dan sangat kokoh.
DAFTAR PUSTAKA :
- http://ryandharmaa.blogspot.com/
- http://abdirachmadi.blogspot.com/2012/03/hubungan-antara-manusia-dan-kebudayaan.html
- http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/02/%E2%80%A2-pengertian-dialektis/
- http://abdirachmadi.blogspot.com/2012/03/hubungan-antara-manusia-dan-kebudayaan.html
No comments:
Post a Comment